Senin, 19 Desember 2016

Nasib Film yang Bernuansa Islam



Saat kucoba terus bernafas
Perih terasa sulit bertahan
Rasanya ingin ku berlari
Tuk mengakhiri tapi ku tak bisa…

Petikan lirik lagu “Cinta Sejatiku” dari OST Film Cinta Laki-Laki Biasa yang dibawakan oleh Deva Mahendra dengan penuh penghayatan ini nampaknya mewakili wajah film-film yang bernafaskan Islam ditanah air ditengah gempuran kaum kapitalis di segala lini, termasuk di industri film Indonesia.

Sistem kapitalisme yang melanda hampir diseluruh sisi kehidupan masyarakat Indonesia bak hukum rimba yang akan menyantap apapun yang dia suka, siapa kuat dia dapat/menguasai. Dan ini sangat bertentangan sekali dengan Pancasila sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. 

Entah dari kapan sistem kapitalisme ini diterapkan di negeri ini. Kekayaan alam, SDM, demokrasi dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat, perdagangan, bahkan hingga perfileman telah dikuasai semua oleh sistem kapital.

Saya ingin mencoba membahas dari sisi budaya, wabil khusus dunia film Indonesia. Akhir-akhir ini geliat perfileman nasional cukup menggembirakan, bahkan mampu bersaing dengan film-film impor. Film-film bermutu pun sudah mulai banyak diproduksi untuk menggerus film-film hantu berbau pornografi. Namun tak dipungkiri masih ada film-film yang menyelipkan bau-bau pornografi atau bahkan mengumbar pornografi dan pornoaksi tersebut.

Lebih spesifik lagi, kini juga telah bertebaran film-film bernafas islam yang berasal dari novel atau cerpen karya penulis-penulis ternama di Indonesia, seperti Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, Habiburrohman El Shirazy, dll. Mulai dari Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Assalamu’alaikum Beijing, Surga Yang Tak Dirindukan, Ketika Mas Gagah Pergi, Jilbab Traveler, Cinta Laki-Laki Biasa dan masih banyak lagi film-film yang berasal dari novel atau cerpen islami.

Lalu bagaimana nasib film-film bernafas islam tersebut?

Kembali lagi, ketika kapitalisme juga masuk ke dunia perfileman, maka bisa dibilang film-film yang bermodal besar dengan sponsor yang jor-joran yang akan menguasai bioskop-bioskop di tanah air. Bahkan film yang buruk pun jika ditopang modal besar dan sponsor-sponsor besar akan bisa mengalahkan film-film bagus dan bermutu yang modalnya dibawah mereka.

walaupun masih tayang di beberapa bioskop di tanah air.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/masdjoenkaraba/nasib-film-yang-bernuansa-islami_5853c6bc41afbd1f1ed691d9
walaupun masih tayang di beberapa bioskop di tanah air.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/masdjoenkaraba/nasib-film-yang-bernuansa-islami_5853c6bc41afbd1f1ed691d9
Saya ambil contoh film Cinta Laki-Laki Biasa (CL2B) yang baru tayang 1 Desember 2016 harus merelakan layar bioskop digeser oleh film-film lain di pertengahan bulan yang sama, walaupun masih tayang di beberapa bioskop di tanah air. Padahal film ini sangat bagus untuk mendidik karakter keluarga Indonesia. Starvision mungkin sudah berusaha mengoptimalkan supaya film CL2B bisa banyak penontonnya. Namun kembali lagi hokum rimbalah yang akan menguasai jaringan bioskop di Indonesia, selama kapitalisme masih mengangkangi dunia perfileman kita.

Memang tak dipungkiri, ada juga film-film bernafas islam yang dibuat asal-asalan, bahkan bisa dibilang lebih buruk dari FTV atau setara dengan sinetron. Baik itu dari segi susunan cerita yang membosankan, ga nyambung dengan judul film, atau sinematografi yang kelasnya memang masih bertaraf sinetron, namun dipaksa untuk tayang di bioskop karena ada pemodal yang mensponsorinya. Film-film seperti inilah yang akan men’down grade’ film-film islami yang bermutu dan berkualitas. Namun sayangnya film-film yang dimodali untuk mendegradasi film-film islam tersebut tidak sadar bahwa mereka sedang diperalat untuk merusak citra film-film islam yang bermutu.

Bisa jadi ini juga adalah upaya ‘ghozwul fikr’ (perang pemikiran) seolah-olah film-film bernafas islam semuanya seperti yang digambarkan para pemodal melalui film-film yang mereka paksakan tersebut. Belum lagi dengan jadwal penayangan yang berdekatan antara film islam yang dipaksakan dengan film islam yang berkualitas.

Ghiroh umat islam untuk bersatu melalui #Spirit212 harus terus digelorakan di berbagai bidang, baik itu di bidang politik, ekonomi, sosial budaya termasuk dalam jihad budaya di perfileman nasional. Saya pribadi berharap lambat laun umat islam Indonesia terus bermetamorfosis seperti Islam di Turki. Lewat #Spirit212 semoga umat islam Indonesia bisa menjadi pelopor dalam nasionalisasi sumber daya alam dan sumber daya manusia sehingga Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa terwujud di negeri yang kita cintai ini.

Dengan demikian kita akan bisa mengganti sistem kapitalisme dengan sistem yang berkeadilan. Sehingga tidak ada lagi pemilik modal yang dominan menguasai seluruh aspek di negeri ini, termasuk dalam perfileman nasional. Film-film islam yang berkualitas akan mendapatkan hak yang sama dimata penonton atau masyarakat melalui jadwal tayang yang berkeadilan sosial, bukan sesuai selera pemodal.

Maju terus film Indonesia yang bermutu dan berkualitas.
Maju terus film Islam Indonesia yang bermutu dan berkualitas.

Terakhir saya ingin mengutip lagu “Jalan Yang Kupilih” yang akan menjadi salah satu OST di film “Duka Sedalam Cinta” lanjutan dari film “Ketika Mas Gagah Pergi yang dilantunkan oleh Hamas Syahid Izzudin pemeran Mas Gagah.

Hidup ini selalu tentang cinta
Hidup ini tentang memilih
Langkah yang mana
yang kan membawa makna
Dan jalan menuju ridho-Nya

Apa yang ada di dalam diri
Semua yang kupunya di dunia
Suatu saat kan punah dan pergi
Yang abadi hanya iman dan amal ini

Aku ingin bisa berubah
jadi pribadi yang lebih berarti
Berprestasi dan peduli sesama
Menjadi hamba Allah yang sejati

Aku ingin bisa berubah
Selagi ada masa tersisa
Selagi ada kesempatan
Taqwa tanpa menunggu tua


Sekian.

Senin, 09 Mei 2016

Helviers Membuka Cakrawala Menebar Cinta


Hari itu secara mengejutkan aku diajak seseorang untuk bergabung di komunitasnya. Dan ajakan itu sungguh mengagetkan dan sulit untuk aku tolak, bahkan aku sangat antusias dan bergembira menyambut ajakan tersebut. Berawal dari grup WhatsApp (WA) kami berkumpul bagaikan keluarga, saling sapa, berkenalan, saling menasehati, bahkan saling adu argumen dan debat yang membangun, sehingga menambah cakrawala berfikir, yang endingnya berakhir dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Ketika aku baru bergabung, aku merasakan sambutan hangat dan luar biasa dari keluarga grup tersebut. Yaa, grup itu adalah grup Helviers (Helvy Tiana Rosa Friends) atau Sahabat Helvy Tiana Rosa, dan seseorang yang mengajakku bergabung itu adalah Mba Helvy, aku lebih suka menyapanya dengan panggilan Bunda Helvy Tiana Rosa atau Bunda Helvy.

Komunitas baru, menambah keluarga baruku, menambah wawasan dan ilmu juga tentunya, terutama ilmu agar jangan mudah menyerah (Never Give-up). Hadapi tantangan dengan kerja keras dan hati yang ikhlas. Nampak terpancar wajah-wajah penuh kasih sayang di Helviers, karena Islam itu Indah, Islam itu Cinta.

Anggota Helviers ada di berbagai pelosok Nusantara. Kami saling support dalam kebaikan. Sapa, canda, tawa dan nasehat mewarnai grup ini di setiap harinya. Saat nonton bareng film Ketika Mas Gagah Pergi The Movie (nobar KMGP) di Bintaro, itulah pertama kali aku kopdar dengan sebagian anggota Helviers yang berdomisili di sekitar JaBoDeTaBek. Belum pernah kenal sebelumnya, namun sambutan saudara-saudaraku di komunitas Helviers ini seperti sudah kenal lama. Lengkap dengan hadirnya Bunda Helvy dan para pemeran KMGP serta bintang tamu lainnya, menambah semaraknya kopdar Helviers kali ini. Masya Allah... tambah bangga dengan komunitas baruku ini.

Hamas Syahid Izzudin (Mas Gagah), Masaji Wijayanto (Mas Fisabilillah/Yudi), Aquino Umar/Noy (Gita/Dik Manis), Helvy Tiana Rosa (Penulis dan Produser film KMGP), Indah Nevertari penyanyi sountrack film KMGP, Oki Setiana Dewi, adalah deretan cast dan bintang tamu yang hadir saat nobar KMGP di Bintaro. Terasa ada yang kurang, iya.. karena Izzah Ajrina (Mba Nadya) dan Sang Sutradara Mas Firmansyah berhalangan hadir karena bersamaan dengan agenda mereka di hari itu. Baedewei, Alhamdulillah acara berlangsung suksess dan suasana tetap meriah penuh sukacita dalam dekapan cinta.

Aku melihat pemandangan seorang Bunda yang sangat menyayangi anak-anaknya, memotivasi anak-anaknya dikala mereka sedang lesu dan baper, menasehati anak-anaknya dengan penuh cinta dan kasih sayang ketika sedang berdebat hebat, dan memberikan sentuhan kata-kata yang kaya makna untuk bersama-sama mengarungi bahtera kehidupan ini menuju Ridho Ilahi, walaupun anak-anaknya itu bukan lahir dari rahimnya sendiri. Itulah sosok Bunda Helvy, yang sangat sayang dengan Helviers dan Keluarga KMGP The Movie terkhusus empat bintang utamanya yang masih muda-muda.

Aku jadi ingat sebuah nasyid dari Suara Persaudaraan yang mengisahkan tentang Ibunda, yang mana lirik bait-bait syairnya hampir pas banget dengan keberadaan Bunda Helvy di Helviers dan Keluarga KMGP The Movie. Bunda Helvy, ijinkan aku mengutip lirik nasyid Siapakah Dia dari Suara Persaudaraan, terkhusus buat ibunda-ibunda kita semua dan Bunda Helvy sebagai Ibunda Keluarga Helviers dan Keluarga KMGP The Movie. Inilah lirik nasyid tersebut Bunda...

  Siapakah Dia

  Album : Balada Sebuah Dangau
  Munsyid : Suara Persaudaraan

 
  Sejuk gemercik air di padang gersang
  Basah terasa aliri pipa yang kering
  Hangat sentuhannya damai terasa
  Berkahi langkah kita di spanjang hayatnya

  Kasih sayangnya sehangat mentari pagi
  Belaian tangannya selembut kain sutera
  Senyum manisnya tidurkan hati nan luka
  Pandang matanya tajamkan hati nan suci

  Wahai kawan siapakah dia?

  Dia adalah wanita paling berjasa
  Sejak kita lahir kedunia dan melanglang alam fana
  Tiada tandingan budinya dalam hidup kita
  Yang melahirkan kita
  Menyusui dan membesarkan kita
  Pertaruhkan jiwa raga membela kita semua

  Dialah ibunda yang selalu mendoakan kita
  Dalam keadaan lapang, suka ataupun duka

  Tutur katanya adalah harapan doa
  Nasehat yang berguna sepanjang masa
  Keridhoannya adalah Ridho Illahi
  Kemurkaannya adalah Murka Illahi

Sebelum ku akhiri tulisanku, aku ingin mengucapkan terimakasih banyak kepada Helviers dan Bunda Helvy, yang telah bersedia menerimaku menjadi bagian dari Keluarga Helviers, dengan berbagai keterbatasan dan kekuranganku. Terimaksih juga atas nongki-nongki cancinya saat kopdar di Bintaro.
Tak ada kata seindah do'a, semoga ukhuwah ini senantiasa terjaga hingga akhirat kelak.. Aamiin...
Mohon maaf atas segala kekurangan, khilaf dan salah, baik disengaja maupun tak disengaja.

Sekian dariku, wahai sahabat-sahabatku.


Karawang, 9 Mei 2016.

Mas Djoen (@masjunkaraba).

Minggu, 08 Mei 2016

Ada Sosok Mas Gagah dan Mas Fisabilillah dalam diri IQBAL



Ketika Mas Gagah Pergi adalah sebuah fiksi yang ditulis oleh Helvy Tiana Rosa yang menjadi best seller. Banyak kalangan pembaca bukunya yang berubah setelah membaca buku tersebut. Kini buku tersebut digarap menjadi sebuah film dan diberi judul "Ketika Mas Gagah Pergi The Movie" (KMGP The Movie). 
Seperti halnya bukunya, film "KMGP The Movie" ini juga banyak menginspirasi pemain dan para penontonnya. Sebut saja pemeran Gita, Aquino Umar, telah mendapatkan hidayah untuk menutup aurat atau memakai hijab setelah membintangi film ini.
 
Ada yang berubah untuk belajar menutup auratnya hingga memutuskan memakai hijab seperti Gita. Ada juga yang terinspirasi seperti Mas Gagah, berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT setelah menemukan komunitas kebaikan. Ada juga yang terinspirasi Yudi yang berdakwah dimana-mana, tidak membuat sekat-sekat untuk menebarkan kebaikan. Dan inspirasi-inspirasi lainnya yang bisa didapatkan dari film "KMGP The Movie" tersebut.

Nah demikian juga yang dialami temanku, sebut saja IQBAL namanya, dia adalah bapak dari empat orang anak dari seorang istri. Profesi awal Iqbal dan istrinya adalah sebagai pendidik. Yuni Tresna Wahyuni istri Iqbal, setelah tamat D2 mengajar di TK, sedangkan Iqbal sendiri sejak masih bujang sudah terbiasa nongkrong dengan anak-anak jalanan, namun sebagai aktivis dakwah Iqbal bersama teman-temannya berusaha mengarahkan anak-anak jalanan tersebut ke hal-hal positif melalui pendidikan non formal, seperti Sekolah Komunitas Anak Jalanan dan Sekolah Malam Anak Jalanan di lampu merah Cilandak, sekitar tahun 2002 hingga istrinya ditugaskan ke Semarang pasca lulus D2 (PGTK). 

Selama di Semarang Iqbal sendiri untuk mencari nafkahnya dia mencoba berdagang. Selain itu jiwa sosial dan jiwa sebagai aktivis dakwah terus menyertainya. Disela-sela aktivitas mengajar istrinya dan berdagang, Iqbal dan istrinya sering memperhatikan kondisi masyarakat, terutama anak-anak jalanan dan kaum dhuafa atau masyarakat yang kurang mampu. 

Setelah dua tahun ditugaskan di Semarang, mereka kembali lagi ke Jakarta. Sekembalinya di Jakarta, Iqbal kembali menyapa anak-anak asuhnya di Cilandak. Selain itu ada salah satu temannya yang mengajak semacam menjadi tim mangementnya Band WALI yang saat itu belum begitu tenar. Iqbal pun menerima tawaran tersebut untuk menambah wawasan dan pengalamannya. 

Al-Iman yazid wa yanqus, iman seseorang kadang naik kadang turun. Demikian juga yang terjadi dengan Iqbal, seiring berjalannya waktu dan rutinitas yang dijalani Iqbal, dia semacam mengalami kejenuhan dalam menjalani rutinitas kehidupannya, bahkan dalam berdakwah. Ketika mengalami seperti itu, tiba-tiba salah satu anak asuhnya yang belum lancar membaca walaupun sudah usia abege, sebut saja Yanti namanya, memberikan sebuah buku yang barusan dia pinjam di sebuah lapak baca atau rumah baca di sekitar Cilandak. Dia bilang ke Iqbal, “Pak tolong bacain ya, kata si mbak yang minjemin isinya bagus, aku kan masih terbata-bata bacanya,” pinta Yanti. Dan Iqbal pun menyanggupinya. Dan buku itu ternyata buku yang sedang menjadi best seller ketika itu, yaitu buku “Ketika Mas Gagah Pergi”. Dari membacakan ke murid-muridnya tersebut, Iqbal semacam mendapatkan gairah baru untuk kembali semangat berdakwah dan menjalani hidup. 

Semangat dari sosok tokoh Mas Gagah dan Yudi seakan-akan mengalir terus dalam tubuhnya, sampai dia hijrah ke Karawang tahun 2010, saat banjir besar melanda Karawang. Pengalaman Iqbal dan istrinya sebagai pendidik, langsung diterapkan di Karawang, dengan mendirikan Yayasan Lebah Insan Cendikia sebagai sarana untuk mendirikan TK. Selain itu Iqbal dan istrinya juga mempemerhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Atas keprihatinan dengan banyaknya janda-janda yang butuh nafkah dan harus berjuang sendiri, Iqbal dan istrinya juga mendirikan lembaga bernama Lumbung Karya Masyarakat, untuk memberdayakan ibu-ibu janda sekitar dalam kegiatan usaha. 

Di tahun 2015 ketika Iqbal mendengar bahwa kisah Ketika Mas Gagah Pergi akan di film-kan, dia sangat antusias menyambutnya, karena beberapa hal yang dilakukan Mas Gagah telah dia lakukan di dunia nyata. Iqbal mengharapkan film-nya nanti juga bisa menginspirasi seperti bukunya yang telah menginspirasi dan membangkitkan dirinya dari kejenuhan menghadapi kehidupan ini. Dia sempat melihat trailer film Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP The Movie), dan menurutnya ini film keren, anak-anak muda kalau bisa nonton film ini. Dengan bintang-bintang baru yang telah lolos casting, semoga bisa menginspirasi masyarakat Indonesia, terkhusus anak-anak mudanya yang telah banyak mengalami dekadensi moral. Sosok-sosok Mas Gagah, Gita, Nadya dan Yudi, harus ditumbuhkembangkan ditengah-tengah masyarakat, agar masyarakat juga memperoleh pencerahan dari sosok-sosok muda tersebut. 

21 Januari 2016, KMGP The Movie mulai putar perdana di bioskop-bioskop di Indonesia. Namun sayangnya tidak tayang di Karawang. Aku juga termasuk orang yang kecewa, karena KMGP The Movie tidak tayang di Karawang. Aku berusaha membuat woro-woro dan ajakan sebisaku ke komunitas dakwah di Karawang dan di dukung oleh Iqbal, supaya mengadakan nonton bareng (nobar) KMGP The Movie di Karawang. Alhamdulillah ternyata FLP Karawang bersama teman-temannya membentuk panitia nobar KMGP The Movie, yang awalnya kami tidak tahu sebelumnya. Bagi kami yang penting KMGP The Movie bisa tayang di Karawang. 

14 Februari 2016 akhirnya kami bisa nobar KMGP The Movie di Karawang. Iqbal semakin terinspirasi setelah nobar KMGP The Movie ini. Ada semacam dorongan untuk berdakwah Out of The Box. Selama ini mungkin kami berdakwah di area yang bisa dibilang aman, seperti di masjid, mushola, di komunitas dakwah yang memang sudah mengajarkan tentang kebaikan. 

Aku merasa malu dengan Iqbal, karena statusku sebagai karyawan pabrik agak terbelenggu dengan waktu, sehingga yang kulakukan untuk dakwah masih biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa, masih berada di Comfort Zone.

Namun berbeda dengan temanku yang satu ini, Iqbal dengan pengalamannya di Jakarta mengasuh anak-anak jalanan, langsung tancap gas di Karawang. Apalagi pasca nonton KMGP The Movie, dia mencoba mengembangkan dakwahnya di area-area yang mungkin tak terfikirkan olehku. Dia mendekati KPJ (Komunitas/Kelompok Pengamen Jalanan) dan mendekati warga sekitar untuk membentuk Bank Sampah, terkhusus bagi warga yang kurang mampu, disinergikan dengan lembaga yang sudah dia bentuk sebelumnya. 
Beberapa anggota KPJ (walaupun tidak semuanya), merasa nyaman dengan Iqbal, bahkan ingin membentuk KPJ Religi bersama Iqbal yang diberi nama PANJI (Pengamen Jalanan Islami. Namun Iqbal bijak menanggapi hal tersebut dan lebih memilih untuk tidak membentuk organisasi baru supaya pendekatan silaturahim lebih terjaga diantara anggota KPJ. Syabi Iqbal...

Demikian pula dengan Bank Sampahnya, dia (Iqbal) bersama warga sekitar mengelola Bank Sampah tersebut. "Nawaina" mereka beri nama Bank Sampahnya. Setiap Sabtu-Ahad selalu ramai oleh warga yang ingin menukarkan sampahnya. 

Ide yang unik dari Iqbal yaitu "Sedekah Sampah". Tak terasa masyarakat sekitar Bank Sampah yang ingin membuang sampah (plastik, kardus, atau yang ada nilai jualnya), ditawari Iqbal untuk "Sedekah Sampah". Sampah yang bernilai jual yang akan dibuang tersebut di kumpulkan oleh Iqbal dan kawan-kawan, kemudian di data, dan masing-masing warga diberi buku/kartu "Sedekah Sampah". Tak terasa dari sampah yang akan mereka (warga) buang, ternyata setelah dikelola Iqbal dan warga sekitar melalui Bank Sampah "Nawaina" jadi bernilai sedekah, dan hasilnya pun cukup lumayan untuk di sedekahkan ke anak-anak yatim binaan mereka (Bank Sampah Nawaina). Leh uga tuh idenya...

Selain gerakan sosial dengan Sedekah Sampahnya, Bank Sampah yang dikelola Iqbal dan warga sekitar juga mempunyai program-program sebagai berikut:

1. Tabungan Energi, diambil sebulan sekali untuk membayar listrik.
2. Tabungan Sembako, diambil 2 bulan sekali.
3. Tabungan Reguler berupa uang tunai, diambil 3 bulan sekali.
4. Tabungan Hari Raya (Idul Fitri dan Idhul Adha), diambil saat hari raya.
5. Tabungan Umroh, jika nasabah (anggota Bank Sampah) aktif nabung setiap minggu maka diprediksi setiap 5 tahun sekali akan bisa memberangkatkan umroh. 
Aku melihat sosok Yudistira Arifin Fadhilah di film KMGP The Movie dalam tubuh Iqbal. Kalau Yudi berdakwah dari bis ke bis, juga sebagai aktivis relawan kemanusiaan, demikian juga dengan Iqbal. Dia dakwah dari komunitas-komunitas yang cenderung dijauhi oleh para aktivis dakwah, dia dekati pengamen jalanan, membina anak yatim, bahkan memberikan pencerahan dan solusi untuk warga sekitar tentang bagaimana mengelola sampah dan "Sedekah Sampah". Luarrr biasa Iqbal...
 
Disisi lain Iqbal juga punya jiwa entertainment, bukan sebagai artis atau penyanyi, namun sebagai EO-nya. Pengalaman pernah bergabung sebagai tim management Band WALI, membuatnya tertantang untuk mengorbitkan potensi grup nasyid anak asal Karawang, yaitu "TRIO BROTHERS". Dia (Iqbal) dan beberapa teman-temannya yang dianggap bisa berkolaborasi untuk bisa lebih mengeksplorasi dan mengorbitkan Trio Brothers, membentuk "Brothers Management" supaya bisa menata lagi agenda-agenda Trio Brothers kedepan.

Selain itu Iqbal juga punya jiwa entrepreneur. Bersama istrinya melalui lembaga “Lumbung Karya Masyarakat” yang telah dia dirikan sebelumnya, memberdayakan masyarakat yang tergabung dalam lembaga tersebut untuk membuat brownies dari singkong, yang mereka labeli dengan "Cassabrownies" dan diberi tagline "Si Brownies Singkong, Nikmatnya Sampai Ke Hati". Dan ketika nobar KMGP yang kedua dan ketiga di Karawang, produk Iqbal ini juga menjadi salah satu sponsor utama yang mendukung film inspiratif tersebut untuk tayang kembali di Karawang. 

Disini aku melihat sosok Mas Gagah yang punya jiwa entertainment dan entrepreneur dalam tubuh Iqbal, walaupun beda segmentasinya. Iqbal seolah-olah tak pernah puas untuk melakuakan sesuatu kebaikan yang secara langsung maupun tidak langsung menginspirasi masyarakat sekitar dan teman-temannya, termasuk aku.  

Aku terkadang malu dengan diriku sendiri, ketika melihat seabreg-abreg kegiatan Iqbal yang belum tentu bisa aku lakukan. Iqbal lah yang pantas digelari sebagai aktivis dakwah, karena dimana-mana dia selalu menebarkan kebaikan. Aku harus belajar banyak dari Iqbal.
 
Satu inspirasi yang aku dapatkan dari film KMGP yaitu tentang "Rumah Cinta". Aku berencana ingin mengajak Iqbal, dan komunitas TBM (Taman Baca Masyarakat) yang ada di Karawang, yang dimotori oleh FLP (Forum Lingkar Pena) Karawang dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Karawang, untuk bersinergi mewujudkan semacam "Rumah Cinta" di kota Pangkal Perjuangan ini, sebagai pusat literasi dan kreatifitas di Karawang. 
Semoga kolaborasi kami bisa membuahkan hasil untuk kemaslahatan masyarakat Karawang, terutama meningkatkan minat baca dan tulis bagi masyarakat Karawang, serta menumbuhkan kepedulian di bidang literasi dan kreatifitas atau ketrampilan yang akan dipusatkan di "Rumah Cinta" tersebut.


Sekian.


Karawang, 13 Mei 2016

Mas Djoen (@masjunkaraba)