Senin, 19 Desember 2016

Nasib Film yang Bernuansa Islam



Saat kucoba terus bernafas
Perih terasa sulit bertahan
Rasanya ingin ku berlari
Tuk mengakhiri tapi ku tak bisa…

Petikan lirik lagu “Cinta Sejatiku” dari OST Film Cinta Laki-Laki Biasa yang dibawakan oleh Deva Mahendra dengan penuh penghayatan ini nampaknya mewakili wajah film-film yang bernafaskan Islam ditanah air ditengah gempuran kaum kapitalis di segala lini, termasuk di industri film Indonesia.

Sistem kapitalisme yang melanda hampir diseluruh sisi kehidupan masyarakat Indonesia bak hukum rimba yang akan menyantap apapun yang dia suka, siapa kuat dia dapat/menguasai. Dan ini sangat bertentangan sekali dengan Pancasila sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. 

Entah dari kapan sistem kapitalisme ini diterapkan di negeri ini. Kekayaan alam, SDM, demokrasi dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat, perdagangan, bahkan hingga perfileman telah dikuasai semua oleh sistem kapital.

Saya ingin mencoba membahas dari sisi budaya, wabil khusus dunia film Indonesia. Akhir-akhir ini geliat perfileman nasional cukup menggembirakan, bahkan mampu bersaing dengan film-film impor. Film-film bermutu pun sudah mulai banyak diproduksi untuk menggerus film-film hantu berbau pornografi. Namun tak dipungkiri masih ada film-film yang menyelipkan bau-bau pornografi atau bahkan mengumbar pornografi dan pornoaksi tersebut.

Lebih spesifik lagi, kini juga telah bertebaran film-film bernafas islam yang berasal dari novel atau cerpen karya penulis-penulis ternama di Indonesia, seperti Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, Habiburrohman El Shirazy, dll. Mulai dari Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Assalamu’alaikum Beijing, Surga Yang Tak Dirindukan, Ketika Mas Gagah Pergi, Jilbab Traveler, Cinta Laki-Laki Biasa dan masih banyak lagi film-film yang berasal dari novel atau cerpen islami.

Lalu bagaimana nasib film-film bernafas islam tersebut?

Kembali lagi, ketika kapitalisme juga masuk ke dunia perfileman, maka bisa dibilang film-film yang bermodal besar dengan sponsor yang jor-joran yang akan menguasai bioskop-bioskop di tanah air. Bahkan film yang buruk pun jika ditopang modal besar dan sponsor-sponsor besar akan bisa mengalahkan film-film bagus dan bermutu yang modalnya dibawah mereka.

walaupun masih tayang di beberapa bioskop di tanah air.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/masdjoenkaraba/nasib-film-yang-bernuansa-islami_5853c6bc41afbd1f1ed691d9
walaupun masih tayang di beberapa bioskop di tanah air.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/masdjoenkaraba/nasib-film-yang-bernuansa-islami_5853c6bc41afbd1f1ed691d9
Saya ambil contoh film Cinta Laki-Laki Biasa (CL2B) yang baru tayang 1 Desember 2016 harus merelakan layar bioskop digeser oleh film-film lain di pertengahan bulan yang sama, walaupun masih tayang di beberapa bioskop di tanah air. Padahal film ini sangat bagus untuk mendidik karakter keluarga Indonesia. Starvision mungkin sudah berusaha mengoptimalkan supaya film CL2B bisa banyak penontonnya. Namun kembali lagi hokum rimbalah yang akan menguasai jaringan bioskop di Indonesia, selama kapitalisme masih mengangkangi dunia perfileman kita.

Memang tak dipungkiri, ada juga film-film bernafas islam yang dibuat asal-asalan, bahkan bisa dibilang lebih buruk dari FTV atau setara dengan sinetron. Baik itu dari segi susunan cerita yang membosankan, ga nyambung dengan judul film, atau sinematografi yang kelasnya memang masih bertaraf sinetron, namun dipaksa untuk tayang di bioskop karena ada pemodal yang mensponsorinya. Film-film seperti inilah yang akan men’down grade’ film-film islami yang bermutu dan berkualitas. Namun sayangnya film-film yang dimodali untuk mendegradasi film-film islam tersebut tidak sadar bahwa mereka sedang diperalat untuk merusak citra film-film islam yang bermutu.

Bisa jadi ini juga adalah upaya ‘ghozwul fikr’ (perang pemikiran) seolah-olah film-film bernafas islam semuanya seperti yang digambarkan para pemodal melalui film-film yang mereka paksakan tersebut. Belum lagi dengan jadwal penayangan yang berdekatan antara film islam yang dipaksakan dengan film islam yang berkualitas.

Ghiroh umat islam untuk bersatu melalui #Spirit212 harus terus digelorakan di berbagai bidang, baik itu di bidang politik, ekonomi, sosial budaya termasuk dalam jihad budaya di perfileman nasional. Saya pribadi berharap lambat laun umat islam Indonesia terus bermetamorfosis seperti Islam di Turki. Lewat #Spirit212 semoga umat islam Indonesia bisa menjadi pelopor dalam nasionalisasi sumber daya alam dan sumber daya manusia sehingga Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa terwujud di negeri yang kita cintai ini.

Dengan demikian kita akan bisa mengganti sistem kapitalisme dengan sistem yang berkeadilan. Sehingga tidak ada lagi pemilik modal yang dominan menguasai seluruh aspek di negeri ini, termasuk dalam perfileman nasional. Film-film islam yang berkualitas akan mendapatkan hak yang sama dimata penonton atau masyarakat melalui jadwal tayang yang berkeadilan sosial, bukan sesuai selera pemodal.

Maju terus film Indonesia yang bermutu dan berkualitas.
Maju terus film Islam Indonesia yang bermutu dan berkualitas.

Terakhir saya ingin mengutip lagu “Jalan Yang Kupilih” yang akan menjadi salah satu OST di film “Duka Sedalam Cinta” lanjutan dari film “Ketika Mas Gagah Pergi yang dilantunkan oleh Hamas Syahid Izzudin pemeran Mas Gagah.

Hidup ini selalu tentang cinta
Hidup ini tentang memilih
Langkah yang mana
yang kan membawa makna
Dan jalan menuju ridho-Nya

Apa yang ada di dalam diri
Semua yang kupunya di dunia
Suatu saat kan punah dan pergi
Yang abadi hanya iman dan amal ini

Aku ingin bisa berubah
jadi pribadi yang lebih berarti
Berprestasi dan peduli sesama
Menjadi hamba Allah yang sejati

Aku ingin bisa berubah
Selagi ada masa tersisa
Selagi ada kesempatan
Taqwa tanpa menunggu tua


Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar